Selamat Hari Filateli Indonesia 29 Maret. Filateli adalah aktivitas atau hobi mengumpulkan prangko dan benda-benda pos lainnya seperti sampul hari pertama dan kartu pos. Pengumpulan benda-benda pos itu kebanyakan mengutamakan edisi lama, meski edisi baru juga ikut dikumpulkan.
Semakin tua usia benda pos tersebut, maka harganya semakin tinggi. Di Indonesia, kegiatan filateli mendapat dukungan dari PT Pos Indonesia. Di setiap kantor pos besar terdapat loket atau ruang filateli.
Filateli mendapat pukulan berat ketika sosial media berbasis daring mengglobal. Khususnya, ketika facebook, twitter, instagram, dan whatsapp marak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Maklum, dengan menggunakan pengiriman pos yang menggunakan benda-benda filateli dibutuhkan beberapa hari untuk bisa menyampaikan pesan. Melalui facebook, twitter, instagram dan whatsapp bisa sampai hanya dalam hitungan detik.
Pramuka sangat dekat dengan filateli. Banyak produk filateli bertema pramuka yang diterbitkan oleh PT Pos Indonesia, selaku lembaga resmi yang mengurusi produk-produk filateli di Indonesia. Banyak juga negara lain yang menerbitkan produk filateli bertema pramuka yang menjadi ciri khas negaranya.
Hingga saat ini, filateli bertema pramuka masih terus diproduksi di Indonesia. Khususnya saat kegiatan pramuka skala nasional seperti Jambore Nasional, Raimuna Nasional, dan Perkemahan Wirakarya Nasional.
Gerakan Pramuka juga memberi ruang bagi anggotanya untuk mengembangkan filateli. Buktinya dengan adanya syarat kecakapan khusus (SKK) Pengumpul Prangko bagi tingkatan penggalang, penegak dan pandega.
—
Mahalnya Filateli Pramuka
Sejak 1996, selepas SMA, Gita benar-benar fokus mencari prangko bertema pramuka. Ia mendatangi sejumlah pedagang prangko bekas dan para kolektor prangko. “Saya tak punya modal uang banyak,” ujarnya. Karena itu, koleksinya lebih banyak sebagai hasil barter atau tukar.
Sejauh ini, prangko termahal yang ia miliki adalah prangko bergambar Lord Robert Baden Powell, yang dikenal sebagai bapak pramuka dunia. Gita harus membayar Rp 150 juta untuk mendapatkan prangko yang melekat di pojok kanan amplop kecil warna cokelat itu.
Nilai itu merupakan yang termahal yang pernah dia keluarkan untuk memperoleh selembar prangko. Gita enggan melewatkan kesempatan langka itu setelah mencari prangko itu selama sembilan tahun. Menurut Gita, tanpa prangko bergambar Lord Robert Baden Powell, koleksinya jauh dari lengkap.
Karena itu, dia rela merogoh kantong dalam-dalam. “Separuh, saya bayar pakai sistem barter, separuh lagi pakai uang,” katanya. Gita membeli prangko dari seorang filatelis Inggris pada 2012 melalui korespondensi.
Gita langsung menyertakan prangko itu dalam koleksinya saat pameran. Tak sia-sia. Namanya pun segera melejit di kalangan filatelis. “Gara-gara prangko itu, nilai koleksi saya naik menjadi 85 (dari nilai tertinggi 100) dan mendapat medali pada pameran dunia 2012 di Jakarta,” ujarnya.
Pascapameran itu, harga prangko itu naik dua kali lipat menjadi sekitar Rp 275 juta. Namun, menurut dia, masih ada dua prangko bergambar Lord Robert Baden Powell yang nilainya berlipat ganda dibandingkan prangko yang ia miliki itu.
Pertama, prangko bergambar Lord Robert Baden Powell yang dicap pos pada 9 April 1900. “Prangko itu bernilai mahal karena 9 April 1900 adalah hari pertama prangko bergambar Lord Robert Baden Powell dipakai. Menurut perkiraan, tersisa hanya dua di dunia,” kata Gita.
Prangko bergambar Lord Robert Baden Powell yang ia miliki bercap pos pada 12 April 1900. Lebih mahal lagi, ucapnya, kalau prangko bergambar Lord Robert Baden Powell serta suratnya ditujukan kepada Lord Robert Baden Powell.
Penulis: Mochamad Zamroni dipadu sumber dari tribunnews.com