Oleh Suyatno (Pembina Gugus Depan Surabaya 413)
Semua pramuka teramat paham bahwa salah satu ciri khas jiwa dan tindakan seorang pramuka adalah brotherhood atau persaudaraan. Semua pramuka dari negara manapun, di manapun, kapanpun, dan situasi papun, mereka mengedepankan persaudaraan. Mereka tidak ambil pusing kenal nama atau tidak, asal sebut trisatya atau (negara lain) mengangkat tiga jari dan tampak berseragam, keakraban langsung muncul. Mereka saling sapa, tanya kabar, dan menawarkan bantuan. Tawaran bantuan muncul secepat kilat. Itulah persaudaraan pramuka.
Istilah yang serumpun dengan persaudaraan adalah tegur sapa, akrab, senang, gembira, ikhlas, kolegial, sesama, kerjasama, menolong, terbuka, setara, dan percaya. Istilah itu mudah diucapkan tetapi sulit diterapkan karena jiwa pramuka yang belum mendalam, masih keruh, dan dibalut ego kesombongan. Lalu, yang dapat melihat jiwa dan tindakan persaudaraan seseorang itu bagus atau tidak adalah orang lain bukan dirinya sendiri. Cermati saja, dasadarma itu selalu berkaitan dengan liyan, yakni dengan Tuhan, Manusia, dan Alam.
Bagi pramuka, untuk mewujudkan persaudaraan terdalam, berlatihnya bertahun-tahun melalui medium kepramukaan di gudep, sawah, hutan, gunung, sungai, dan seterusnya.
Andai dunia diwarnai persaudaraan hakiki, perang tidak ada. Pembunuhan tidak ada. Kejahatan tidak ada. Permusuhan tidak ada. Dendam tidak ada. Hegemoni tidak ada. Yang ada adalah cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
Betapa besar dampak tidak bersaudara. Jurang pemisah akan muncul antara imbuhan me-dan di-, yakni menguasai dan dikuasai, memarahi dan dimarahi, menyalahkan dan disalahkan, dan lainnya. Dampak itu adalah (1) dampak subjek berkuasa, sombong, angkuh, segalanya, dan seram; dan (2) dampak objek lemah, tertindas, kecewa, putus asa, sedih, muram, dan lainnya. Itulah namanya diagonal atau pemisah antara subjek objek.
Oleh karena kepramukaan menjanjikan persaudaraan yang membawa kebahagiaan hidup, kepramukaan ada di 180-an negara di dunia. Generasi dunia ke depan tentu sebaiknya menguatkan persaudaraan. Apalagi, era global mensyaratkan jaringan, algoritma, dan komputasi. Persaudaraan itu kunci masa kini dan masa depan.
Daya lebih kepramukaan adalah persaudaraan. Lars Kolind, pengusaha dan aktivis Pramuka yang pernah menjabat ketua World Scout Foundation dan Jacob Botter, pengusaha juga dan motivator yang menginisiasi konsep Network Quotient (NQ) menulis buku dengan judul Unboss. Buku itu ditulus dalam waktu bertahun-tahun. Dua penulis itu kerap melawan atasan mereka yang tidak membuat karyawan nyaman bekerja. Para bos kerap menyuruh bawahannya bekerja terus-menerus, memberikan target yang tidak masuk akal, dan jauh dari pertimbangan rasional. Hasil perlawanan itu dituangkan dalam Unboss.
Jika punya atasan yang nyuruh seenaknya? Juga dia memarahi anak buah seenak udelnya? Suka mencaci maki rekan kerja dan bekerja seperti yang punya dunia beserta isinya? Mereka perlu mendalami dan melaksanakan persaudaraan.
Oleh karena itu, kantong-kantong gugus depan sebaiknya melakukan latihan dengan metode kepramukaan secara lengkap, berkelompok, sistem penghargaan, progresif, learning by doing, alam terbuka, kemitraan, satuan terpisah, dan kode kehormatan. Ikhlas bakti bina bangsa. Selamat membina.